Hal pertama yang harus dipahami
oleh orang yang asal komentar dan sok tahu tentang biaya pencatatan nikah yang
besarnya Rp. 30.000,- bahwa biaya tersebut merupakan PNBP yang disetor ke kas Negara
dan bukan operasional atau kompensasi bagi penghulu yang bertugas.
PNBP disetor ke Negara sebesar
Rp. 30.000,- dan masuk dalam kas Negara sebesar Rp. 4.000,-, sisanya
dikembalikan ke Kemenag RI dan menjadi bagian KUA sebesar 60 %, namun bukan
dalam bentuk honor petugas atau bantuan transport petugas, akan tetapi dalam
bentuk kegiatan pembinaan.
Yang menjadi permasalahan “Dari
mana operasional untuk melayani masyarakat yang minta dinikahkan di luar
kantor???
Jawaban yang sering didengar
tetapi sangat tidak tepat seperti “Kan penghulu sudah digaji Negara”..
Silahkan saja coba hitung-hitung
sendiri.. berapa gaji dan tunjangan
penghulu. Seandainya harus melayani dengan gaji yang ada sangat tidak masuk
logika saya. Seorang bekerja jelas mencari uang untuk menghidupi dirinya
sendiri dan keluarga, adapun pengeluaran yang menjadi konsekuensi dari
pekerjaannya tersebut betul dari gaji, tetapi itu kalau dalam rangka bekerja
pada hari dan jam yang telah ditentukan.
Pertanyaannya “Apakah pantas
seorang yang bekerja dan mendapatkan gaji kemudian harus menyisihkan gajinya
tersebut untuk melayani orang lain”.
Berapa uang yang harus
dikeluarkan oleh penghulu apabila menghadiri pelaksanaan diluar jam kerja
wajibnya. Jangan dikira semua penghulu bertempat tinggal dalam wilayah kerjanya,
jangan didikira wilayah kerja penghulu mudah terjangkau seperti di kota-kota.
Ada wilayah yang tidak bias dijangkau oleh penghulu kecuali dengan ojek (kanan
kiri jurang) dan harus mengeluarkan uang untuk ongkos PP Rp. 50.000,-. Bayangkan
kalau melaksanakan 10 kali, maka harus mengeluarkan uang berapa? Ada memang
wilayah yang mudah terjangkau, tetapi tidak jarang yang lebih dari itu.
Yang dituntut oleh penghulu
sebenarnya tidak muluk-muluk, hanya sekedar pengganti uang bensin dari biaya
yang dikeluarkannya tersebut. Yang dituntutnyapun sebenarnya bukan orang lain,
melainkan atasannya sendiri agar membuat regulasi yang tidak menyulitkan
masyarakat tetapi juga tidak membebani penghulu.
Apakah ada yang salah dari hal
tersebut? Saya kira tidak ada salahnya, karena jangan sampai orang lain
dilayani tetapi harus berkorban segalanya.
Jawaban yang paling tidak enak
dan tidak ingin saya dengan adalah “ITU KAN SUDAH MENJADI TUGAS PENGHULU UNTUK
MENIKAHKAN”….