Selasa, 25 September 2012

OBSERVASI FAJAR SHODIQ



Beberapa bulan terakhir memang issu atau wacana soal waktu sholat shubuh, mulai mengemuka, baik dalam diskusi nyata maupu via dunia maya, Perintah sholat shubuh adalah bila saatnya sudah masuk, yakni saat kita melihat fajar shodiq. Fajar yang menandai telah berlalunya waktu malam dan akan masuknya waktu siang.
Rasululloh SAW dalam haditsnya telah menjelaskan tentang adanya dua jenis fajar.
  1. Fajar Kadzib atau Fajar yang membohongi, alias fajar itu munculnya akan hilang lagi. Bahasa Astronominya Cahaya Zodiak / Zodiacal Light
  2. Fajar Shahih atau Fajar yang benar, karena fajar ini akan berlanjut kepada muncul atau terbitnya sang surya yakni matahari. Bahasa Astronominya Astronomical Twilight.
Islamic Crescent’ Observation Project (ICOP) juga sudah mulai merintis kampanye untuk ‘koreksi’ waktu sholat Shubuh ini. Bahkan di ICOP, kampanye tidak sebatas waktu sholat Shubuh, namun juga waktu sholat Isyaa’. Waktu Isyaa’ dan Shubuh memang identik. Isyaa’ ditandai dengan posisi matahari sekitar -18°  setelah sunset, sementara Shubuh ditandai dengan posisi matahari sekitar -18° sebelum sunrise.
Pesan terpenting dari IFOC, agar kita jangan gegabah dalam menyampaikan ralat waktu Shubuh, karena akan hal ini akan berdampak terhadap ratusan juta ummat Islam.
Kriteria ketinggian Matahari saat Isyaa dan Shubuh yang selama ini beredar di dunia ada bermacam2:
  1. Kriteria Standar mengambil sudut Isyaa = -18, dan Shubuh = -18°.
  2. Mesir mengambil sudut Isyaa = -17.5°, dan Shubuh = -19.5°.
  3. Masyarakat Islam Amerika Utara, sudut Isyaa = -15°, dan Shubuh = -15°.
  4. Liga Muslim Dunia, Isyaa = – 17°, dan Shubuh = -18°.
  5. Depag RI, Isyaa = -18°, dan Shubuh = -20°.
Prof Dr. Thomas Djamaluddin, seorang pakar astronomi dari LAPAN dan juga anggota BHR pusat pernah menulis dalam blognya bahwa Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.
Hasil riset di Timur Tengah, baik Mesir, Saudi, maupun lainnya menyebutkan angka rata-rata fajar shadiq baru terlihat pada saat matahari di posisi 14,6° di bawah ufuk timur.
Sebagai leading sektor dalam masalah agama terutama kaitan dengan ibadah umat Islam dan mencoba untuk menyikapi permasalahan polemic awal waktu subuh tersebut, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dalam hal ini Bidang Urusan Agama Islam dan Badan Hisab Rukyat (BHR) Provinsi Jawa Timur pada hari Selasa tanggal 18 September 2012 melakukan observasi fajar shodiq di daerah Probolingo.
Observasi yang dilakukan pada -17° 45’ 52.8 ’’  Lintang Selatan dan 113° 15’ 46.9’’ tersebut diikuti oleh 12 orang peserta dan dihadiri langsung oleh Kepala Bidang URAIS dan Kepala Seksi Kepenghuluan Kanwil Kemenag Prov. Jatim.
Adapun kronologi observasi sebabagi berikut :
Tim berangkat pukul 14.00 wib dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Kurang lebih pukul 16.30 wib tiba dilokasi penginapan di salah satu hotel di Probolinggo yang tidak jauh dari lokasi.
Pada pukul 17.00 wib tim survei menuju lokasi observasi dan ditetapkan lokasi pertama observasi dan satu lokasi kedua sebagai cadangan. Tim survei kembali ke penginapan untuk membuat data observasi berdasarkan survei awal.
Pukul 03.00 Tim berangkat menuju lokasi yang berjarak 3 km. Tim tiba dilokasi pada pukul 03.30 wib dan ternyata lokasi utama tidak memenuhi syarat untuk melakukan observasi dikarenakan masih ada lampu bagan nelayan yang menyala dan mengganggu pandangan ke arah terbitnya fajar
Pukul 03.50 peserta sampai pada lokasi kedua dan siap mengadakan observasi. Pada posisi matahari -20° di bawah ufuk, keadaan ufuk terang dan kemudian kembali gelap tanpa dapat dibedakan batas ufuk dan kondisi disekitar lokasi pengatan gelap. 
Pada posisi matahari -18° di bawah ufuk, keadaan disekitar lokasi pengamatan sudah mulai dapat diamati, akan tetapi seiring kejadian itu diufuk mulai diselimuti kabut. Dan pukul 04.45 wib peserta mengakhiri observasi dan meninggalkan lokasi untuk bergegas melaksanakan sholat subuh.
Dari hasil observasi tersebut tim belum bisa memastikan kapan awal fajar shodiq yang sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan dokumentasi yang kurang memadai serta lokasi yang kurang memenuhi syarat untuk dilakukan observasi fajar shodiq.  Untuk itu perlu diadakan observasi lanjutan dengan memilih lokasi dan dokumentasi yang lebih baik.

Anda adalah pengunjung ke :