Beberapa bulan terakhir memang issu atau wacana soal waktu sholat shubuh,
mulai mengemuka, baik dalam diskusi nyata maupu via dunia maya, Perintah sholat shubuh adalah bila saatnya sudah masuk,
yakni saat kita melihat fajar shodiq. Fajar yang menandai telah berlalunya
waktu malam dan akan masuknya waktu siang.
Rasululloh SAW dalam haditsnya telah menjelaskan
tentang adanya dua jenis fajar.
- Fajar Kadzib atau Fajar yang membohongi, alias fajar itu munculnya akan hilang lagi. Bahasa Astronominya Cahaya Zodiak / Zodiacal Light
- Fajar Shahih atau Fajar yang benar, karena fajar ini akan berlanjut kepada muncul atau terbitnya sang surya yakni matahari. Bahasa Astronominya Astronomical Twilight.
Islamic Crescent’ Observation Project (ICOP) juga sudah mulai merintis
kampanye untuk ‘koreksi’ waktu sholat Shubuh ini. Bahkan di ICOP, kampanye
tidak sebatas waktu sholat Shubuh, namun juga waktu sholat Isyaa’. Waktu Isyaa’
dan Shubuh memang identik. Isyaa’ ditandai dengan posisi matahari sekitar -18°
setelah sunset, sementara Shubuh ditandai dengan posisi matahari sekitar -18°
sebelum sunrise.
Pesan terpenting dari IFOC, agar kita jangan gegabah dalam menyampaikan
ralat waktu Shubuh, karena akan hal ini akan berdampak terhadap ratusan juta
ummat Islam.
Kriteria ketinggian Matahari saat Isyaa dan Shubuh yang selama ini
beredar di dunia ada bermacam2:
- Kriteria Standar mengambil sudut Isyaa = -18, dan Shubuh = -18°.
- Mesir mengambil sudut Isyaa = -17.5°, dan Shubuh = -19.5°.
- Masyarakat Islam Amerika Utara, sudut Isyaa = -15°, dan Shubuh = -15°.
- Liga Muslim Dunia, Isyaa = – 17°, dan Shubuh = -18°.
- Depag RI, Isyaa = -18°, dan Shubuh = -20°.
Prof Dr. Thomas Djamaluddin, seorang pakar
astronomi dari LAPAN dan juga anggota BHR pusat pernah menulis dalam blognya bahwa
Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan
kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20
derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah,
perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan
adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i
dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan
Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.
Hasil riset di Timur Tengah, baik Mesir, Saudi, maupun lainnya
menyebutkan angka rata-rata fajar shadiq baru terlihat pada saat matahari di
posisi 14,6° di bawah ufuk timur.
Sebagai leading sektor dalam masalah agama terutama kaitan dengan
ibadah umat Islam dan mencoba untuk menyikapi permasalahan polemic awal waktu
subuh tersebut, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dalam hal
ini Bidang Urusan Agama Islam dan Badan Hisab Rukyat (BHR) Provinsi Jawa Timur
pada hari Selasa tanggal 18 September 2012 melakukan observasi fajar shodiq di
daerah Probolingo.
Observasi yang dilakukan pada -17° 45’ 52.8 ’’ Lintang Selatan dan 113° 15’ 46.9’’ tersebut
diikuti oleh 12 orang peserta dan dihadiri langsung oleh Kepala Bidang URAIS dan
Kepala Seksi Kepenghuluan Kanwil Kemenag Prov. Jatim.
Adapun
kronologi observasi sebabagi berikut :
Tim berangkat
pukul 14.00 wib dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Kurang
lebih pukul 16.30 wib tiba dilokasi penginapan di salah satu hotel di
Probolinggo yang tidak jauh dari lokasi.
Pada pukul 17.00 wib tim survei menuju lokasi observasi
dan ditetapkan lokasi pertama observasi dan satu lokasi kedua sebagai cadangan.
Tim survei kembali ke
penginapan untuk membuat data observasi berdasarkan survei awal.
Pukul
03.00 Tim berangkat menuju lokasi yang berjarak 3 km. Tim tiba dilokasi pada
pukul 03.30 wib dan ternyata lokasi utama tidak memenuhi syarat untuk melakukan
observasi dikarenakan masih ada lampu bagan nelayan yang menyala dan mengganggu
pandangan ke arah terbitnya fajar
Pukul
03.50 peserta sampai pada lokasi kedua dan siap mengadakan observasi. Pada
posisi matahari -20° di bawah ufuk, keadaan ufuk terang dan kemudian kembali
gelap tanpa dapat dibedakan batas ufuk dan kondisi disekitar lokasi pengatan
gelap.
Pada
posisi matahari -18° di bawah ufuk, keadaan disekitar lokasi pengamatan sudah
mulai dapat diamati, akan tetapi seiring kejadian itu diufuk mulai diselimuti
kabut. Dan pukul 04.45 wib peserta mengakhiri observasi dan meninggalkan lokasi
untuk bergegas melaksanakan sholat subuh.
Dari hasil observasi tersebut tim belum bisa memastikan kapan awal fajar
shodiq yang sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan dokumentasi yang kurang
memadai serta lokasi yang kurang memenuhi syarat untuk dilakukan observasi
fajar shodiq. Untuk itu perlu diadakan
observasi lanjutan dengan memilih lokasi dan dokumentasi yang lebih baik.