Kamis, 02 Oktober 2008

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H.

Bima, 1980-an.
Hari itu adalah hari yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Bima. Hari itu merupakan hari perayaan kemenangan bagi seluruh umat Islam. Puasa telah dilaksanakan sebulan penuh, lapar dan dahaga telah ditahan selama berpuasa, nafsu telah dikendalikan, kemenangan telah diraih.
Matahari sudah menampakkan diri dari ufuk sebelah timur, burung berkicau dengan riangnya, cuaca di pagi itu begitu cerah, seolah ikut menyambut datangnya hari kemenangan,
Bagaikan para pejuang muslim yang pulang dari perang Badr, umat Islam berbondong-bondong menuju ke tanah lapang untuk menunaikan sholat Idul Fitri, sambil mengucapkan takbir, tahmid dan tahlil memuji Kebesaran dan Keagungan Allah SWT.
Monggonao, adalah perbatasan antara Raba dan Bima, tempat tinggal saya kebetulan berada di kampung tersebut. Pada waktu itu, ada dua pilihan tempat yang dapat kami tuju untuk melaksanakn sholat Ied, yaitu di lapangan Gunung Dua dan Lapangan Sarasuba, warga kampung kami sebagian memilih sholat di lapangan Gunung Dua karena lebih dekat, dan sebagian lagi memilih di Lapangan Sarasuba karena lebih ramai.
Saya bersama orang tua, kakak dan adik beserta keluarga dan tetangga, sebagaimana kaum muslim lainnya berbondong-bondong melangkahkan kaki menuju lapangan Sarasuba, karena sebagian besar tetangga memang memilih sholat di sana. Sepanjang perjalanan terlihat wajah-wajah ceria dari kaum muslimin yang menghiasi jalan.
Ada satu hal yang menjadi perhatian saya ketika itu, bahwa kalau di daerah lain, masyarakat berlomba-lomba untuk mengenakan baju baru setiap datangnya hari raya, akan tetapi di Bima, yang menjadi ciri khasnya hampir sepanjang jalan terlihat tembe nggoli baru seolah parade tembe nggoli yang diadakan setiap dua kali setahun.
Sesampai di lapangan, kami bergabung dengan kaum muslimin lainnya yang duluan hadir dari segala penjuru. Takbir, tahmid dan tahlil terdengar dikumandangkan bersahut-sahutan sampai sholat Ied dilaksanakan.
Setelah sholat ‘Ied dilaksanakan, hampir di sepanjang jalan, kaum muslimin bersalam-salaman, mengucapkan selamat hari raya, minal ‘aidin wqal fa’izin, memohonkan maaf lahir dan batin. Kadang bagi anak-anak muda kata-kata tersebut di ringkas menjadi kosong-kosong. Kebetulan kampung kami merupakan kampung yang paling jauh, jadi sepanjang jalan itu kami bersalam-salaman dengan teman, keluarga bahkan dengan kaum muslimin lainnya, baik kenal maupun tidak.
Sesampai di rumah, yang pertama dilakukan adalah menjabat tangan kedua orang tua sambil memohonkan maaf atas dosa-dosa yang pernah dilakukan baik sengaja ataupun tidak, setelah itu baru kepada saudara-saudara yang lainnya. Tidak lupa pula kami berkunjung ke keluarga dan sanak saudara maupun tetangga lainnya sambil meminta hagala.
Begitulah tradisi lebaran di kampung yang sudah lama tidak saya rasakan. Kerinduan saya semoga terobati dengan tulisan ini.
Saya sekeluarga, SAIFUL HIKMAH, NURLAILY FITRIAH, NAJAM ROMDHANI, BARQY MUNAWWIR di Malang mengucapkan :
Minal Aidin wal faizin makbulin, taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal yaa karim, fi kulli aamin antum bi khairin mohon maaf lahir dan batin kepada seluruh kaum muslim dimanapun berada, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita dan menerima segala amal ibadah kita

Anda adalah pengunjung ke :